BONE-WARTASULSEL.Id. Mengantisifasi dampak Perubahan iklim ekstrim terhadap ketahanan pangan, Pemerintah Kabupaten Bone melalui Dinas Pendidikan Kabuapten Bone menginisiasi peluncuran Kurikulum Muatan Lokal (Mulok) Pangan Lokal bekerja sama dengan CIFOR-ICRAF Indonesia lewat riset-aksi Land4Lives yang didukung oleh pemerintah Kanada. Diresmikan Wakil Bupati Bone, Dr. H. Andi Akmal Pasluddin, SP, MM di Aula Lamellong Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Bone, Rabu 23 Juli 2025.
Peluncuran kurikulum ini bukan hanya sekadar penambahan mata pelajaran di sekolah. Merupakan benih harapan yang ditanam di bangku-bangku SD dan SMP harapan agar generasi muda Bone tumbuh dengan kesadaran akan pentingnya ketahanan pangan, di tengah tantangan perubahan iklim yang kian terasa.
Acara peluncuran turut dihadiri Arizka Mufida, Research Delivery Team Coordinator ICRAF Indonesia, Trita Katriana, Staf Senior Kerja Sama Pembangunan Kedutaan Besar Kanada untuk Indonesia, dengan Dr.Laksmi Dewi, Kepala Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia via daring.
Kurikulum Mulok Pangan Lokal akan diterapkan untuk siswa Fase C (kelas 5 dan 6 SD) dan Fase D (kelas 7, 8, 9 SMP) sebagai mata pelajaran mandiri. Materinya tidak hanya mengenalkan ragam pangan lokal, tetapi juga membekali siswa dengan pengetahuan cara membudidayakan, mengolah, hingga memahami dampak perubahan iklim terhadap sistem pangan di sekitar mereka.
Pengembangan kurikulum ini merupakan ekstrakurikuler di tingkat SD dan SMP yang diinisiasi oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Bone, Sejak Februari 2024, tim pengembang yang terdiri dari dinas pendidikan, pengawas sekolah, kepala sekolah, guru, hingga peneliti CIFOR-ICRAF, bekerja menyiapkan dokumen kurikulum lengkap dengan capaian pembelajaran, tujuan, alur, perangkat ajar, hingga bahan pegangan guru.
Uji coba pun dilakukan pada November 2024 di 31 sekolah. Hasilnya, tidak hanya memuaskan di atas kertas, tetapi juga terasa dampaknya. Pengetahuan siswa tentang pangan lokal meningkat signifikan. Beberapa murid SD dan pelajar SMP bahkan mengaku mulai menghargai pangan yang tumbuh di sekitar mereka, dari kebun hingga dapur rumah.
Lebih dari itu, semangat Mulok ini menular ke lingkungan sekolah. Beberapa sekolah mempraktikkan prinsip B2SA (Beragam, Bergizi, Seimbang, Aman) pada program bekal sekolah. Kebiasaan siswa membawa sayur dan buah segar meningkat, perlahan menggeser kebiasaan membeli jajanan tak sehat. Bahkan, kebun sekolah mulai bermunculan, ditanami beragam tanaman pangan yang menjadi laboratorium hidup bagi para murid.
Tak berhenti di lingkungan sekolah, para murid SD dan Pelajar SMP juga menularkan ilmu yang mereka dapat kepada orang tua di rumah. Dari ruang kelas, pengetahuan tentang pangan lokal menjalar ke dapur rumah tangga, membangun kesadaran gizi keluarga secara perlahan tetapi nyata.
Arizka Mufida menegaskan, integrasi pengetahuan pangan lokal ke pendidikan formal adalah salah satu fokus utama Land4Lives. “Kita tahu perubahan iklim memengaruhi produksi pangan. Kalau masyarakat tidak tangguh, ketahanan pangan akan terancam. Padahal Indonesia kaya akan pangan alternatif, tapi pengetahuan lokalnya masih kurang terdokumentasi,” jelasnya.
Menurutnya, Mulok Pangan Lokal juga menjadi ikhtiar melestarikan kearifan lokal yang kerap diwariskan secara lisan antargenerasi. “Selama ini, pengetahuan pangan lokal rentan hilang karena tidak tertulis. Dengan kurikulum ini, kita catat, kita ajarkan, kita jaga bersama,” ujar Arizka.
Kurikulum ini kini menanti dukungan lanjutan berupa kebijakan, salah satunya Peraturan Bupati, agar dapat diterapkan di seluruh SD dan SMP se-Kabupaten Bone. Langkah Bone ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain: bahwa menanam benih ketahanan pangan bisa dimulai di bangku sekolah, lewat tangan-tangan kecil generasi penerus yang kelak akan memetik hasilnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bone, Drs. A. Fajaruddin, MM, menjelaskan bahwa proses lahirnya kurikulum ini melalui perjalanan panjang dan penuh riset.
“Prosesnya sangat panjang. Dimulai dari riset melalui program Land4life untuk mengatasi perubahan iklim yang tidak menentu. Dari hasil pertemuan, kami sepakat melahirkan kurikulum ketahanan pangan,” ungkap Andi Fajaruddin.
Kurikulum ini dirancang agar peserta didik siap bertahan hidup dan beradaptasi dengan kondisi iklim yang berubah-ubah. Untuk mewujudkannya, Dinas Pendidikan membentuk tim pengembang yang dikoordinasi langsung oleh Sekretaris Dinas Pendidikan. Sebanyak 30 guru pelopor Mulok Pangan Lokal untuk Ketahanan Iklim pun dilibatkan secara aktif dan intensif berdiskusi bersama ICRAF.
“Kurikulum Muatan Lokal ini layak diterapkan untuk jenjang SD dan SMP. Intinya, anak-anak kita diajak lebih mengenal pangan lokal sebagai modal menghadapi tantangan ke depan, dan guru yang akan mengajarkan sudah siap," tegasnya.
Sebelum membuka secara resmi, Wakil Bupati Bone, Dr. H. Andi Akmal Pasluddin, MM, turut menyampaikan apresiasinya ke CIFOR-ICRAF Indonesia atas lahirnya kurikulum ini.
“Atas nama pemerintah, kami merasa bangga karena Bone menjadi salah satu pionir di Sulsel. Terima kasih atas kerja sama ICRAF Indonesia yang tidak hanya memberi pembinaan tapi juga dukungan pembiayaan,” ujar Akmal.
Menurutnya, Mulok Ketahanan Pangan ini sejalan dengan target pemerintah pusat dalam mewujudkan swasembada pangan, yang nantinya berkontribusi pada ketahanan nasional.
“Mulok ini akan merangsang anak-anak kita untuk mencintai pertanian. Bukan tidak mungkin akan lahir insinyur atau ahli di bidang pertanian dari Bone,” katanya optimis.
Program ketahanan pangan di Bone tidak hanya berhenti di ranah kurikulum. Pemerintah juga menggulirkan berbagai program penunjang seperti B2SH yang diluncurkan di Desa Arasoe, bekerja sama dengan ICRAF, untuk mendukung keragaman pangan bergizi sekaligus menekan angka stunting. Selain itu, Bupati Bone juga telah meluncurkan program P2L (Pekarangan Pangan Lestari) di sekolah-sekolah.
“Berbicara ketahanan pangan butuh akses. Sudah 11 ruas jalan kita perbaiki dengan total anggaran Rp1,2 triliun untuk mendukung distribusi pangan. Integrasi kurikulum ini jadi bagian dari upaya besar menjaga ketahanan iklim sekaligus menumbuhkan kecintaan pada pangan lokal,” tutup Andi Akmal.*QMH*AHAS*