BELOPA. WARTA SULSEL. ID - Ketua Divisi Monitoring Dan Evaluasi Lembaga Komunitas Anti Korupsi (L-KONTAK), Dian Resky Sevianti, menyebut proyek Renovasi/Penambahan Ruang Puskesmas Bua di Kabupaten Luwu Tahun Anggaran 2025, diduga ada indikasi penggelembungan (Mark-up) Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN).
Proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Kesehatan itu diduga terjadi ketidakwajaran harga satuan bangunan gedung. L-KONTAK telah melayangkan surat klarifikasi terhadap dugaan ketidakwajaran harga serta beberapa item pekerjaan yang diduga tidak memenuhi spesifikasi teknis.
Dian Resky Sevianti, mengatakan, bahwa kami telah melayangkan surat klarifikasi ke Dinas Kesehatan Luwu.
"Ada indikasi ketidakwajaran harga satuan bangunan gedung/m2, bahkan balok betonnya, kami duga tidak melalui uji beton," ujar Dian kepada media ini. Jumat, 10 Oktober 2025.
Resky Sevianti, menilai, pekerjaan yang dilaksanakan CV. Riffat Wija Luwu Konstruksi, seharusnya melalui mekanisme yang diatur pada Petunjuk Teknis (Juknis) DAK Fisik Bidang Kesehatan, di mana sejak tahap pengusulan, pemeriksaan gambar kerja atau Detail Design (DD) dan Rencana Anggaran Biaya (RAB) oleh Pengelola Teknis yang ditunjuk dari instansi yang memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 39 Tahun 2019, Peraturan Menteri PUPR Nomor 22 Tahun 2018 Tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 Tentang Bangunan Gedung Negara.
“Jika tidak dilakukan oleh yang berwenang, bisa ilegal produknya, sebab itu merupakan satu kesatuan hukum dengan kontrak,” tegas Resky.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu, diduga tidak patuh terhadap aturan yang ada. Dugaan Maladministrasi, Penyalahgunaan kewenangan dan jabatan, yang dapat mengakibatkan kerugian negara sebagaimana disebutkan pada Pasal 2, Pasal 3, dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Kami sudah melakukan monitoring. Apakah ada Dokumen Job Mix Design (JMD) dan Job Mix Formula (JMF) nya, sehingga menjadi acuan terhadap mutu beton yang dihasilkan nantinya? Entah alasan apalagi yang mereka akan gunakan terhadap indikasi kemahalan harga,” cetusnya.
Belum lagi terkait dengan Sistim Management Keselamatan Kesehatan Kerja (SMK3), Dian Resky membeberkan, baik ahli K3, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) tidak terlihat dilokasi kegiatan.
"Kalau profesional, pasti patuh atas aturan, APD saja tidak digunakan para pekerja, bahkan ahli K3 tidak ada saat kami turun ke lokasi. Konsultan Pengawas dan PPK sepertinya melakukan pembiaran, atau menunggu sampai ada musibah?," jelasnya.
Dia berharap setelah masuknya surat klarifikasi tersebut, PPK dan Kepala Dinas Kesehatan Luwu segera memberikan jawaban sebagai wujud kepedulian terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi.
"Kalau yang dilakukan sudah benar, kami tantang PPK, penyedia jasa, dan konsultan pengawas memberikan pernyataan di depan awak media bersama L-KONTAK," pungkas Sevianti.
Hingga berita ini ditayangkan belum terkonfirmasi kepada pihak PPK dan Kadis Kesehatan Pemda Luwu.
*QMH. Andi Polyogama Anthon.**