PALOPO.WARTASULSEL. ID - Tim Advokat Yayasan Bantuan Hukum Wija Luwu (YBH Wija Luwu) soroti penerapan UU Narkotika oleh aparat penegak hukum, khususnya di tingkat penyidik dan jaksa penuntut umum bagi setiap masyarakat yang ditangkap, karena diduga melakukan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika.
Pasalnya, menurut Akbar, hampir setiap orang yang ditangkap atas dugaan tindak pidana penyalahgunaan Narkotika, selalu yang digunakan adalah pasal 114 atau minimal Pasal 112, di mana kedua pasal tersebut jelas ditujukan bagi pengedar dan kurir Narkotika.
"Sayangnya, dari sejumlah Narapidana dan Tahanan, yang saat ini sedang menjalani proses hukum, nyaris tidak ditemukan penerapan pasal 127, inikan aneh. Padahal dari beberapa orang yang kami temui, mereka hanya korban penyalahgunaan Narkotika dan hanya bisa dijerat dengan pasal 127 sebagai Pengguna, namun faktanya, penyidik dan penuntut umum seolah kompak memasukkan Pasal 114 dan 112 dalam sangkaan hingga tuntutan," tutur Akbar, kepada media ini. Senin, 21 April 2025 di Kota Palopo.
Yang lebih anehnya lagi, majelis hakim Pengadilan Negeri Palopo, juga seolah mengamini penerapan sangkaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum dengan menjatuhkan vonis sesuai tuntutan jaksa, tanpa mempertimbangkan fakta yang terungkap di persidangan.
"Menyikapi fenomena penerapan sangkaan dan tuntutan hukum yang dinilai serampangan tersebut, Tim YBH Wija Luwu terus berupaya memberikan pendampingan dan bantuan hukum kepada masyarakat, khususnya yang saat ini sedang menjalani proses hukum, baik yang sementara proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri, maupun yang saat ini hendak mengajukan upaya hukum Banding, Kasasi, hingga Peninjauan Kembali," cetusnya.
Hal ini dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat, khususnya bagi mereka yang seharusnya hanya merupakan penyalahguna (pengguna) Narkotika.
"Namun, kenyataannya justru diproses sebagai Pengedar dan Kurir Narkotika," imbuhnya.
Selain menyoroti soal penerapan sangkaan atas pengguna Narkotika, Akbar, S.H, yang dikenal aktif dalam memberikan penyuluhan dan pemberian bantuan Hukum cuma-cuma ini, juga menyoal kinerja aparat penegak hukum, khususnya penyidik dan JPU. Di mana dalam berbagai kasus yang terjadi, beberapa orang yang sudah jelas disebutkan sebagai tersangka dalam perkara Narkotika, justru dilepas bebas dan akhirnya tidak menjalani proses hukum.
"Akbar mencontohkan, dalam beberapa perkara yang mereka tangani, di dalam persidangan jelas penyidik dan jaksa penuntut umum menyebutkan nama Tersangka yang terkait dengan kliennya, namun faktanya, orang tersebut tidak juga muncul di persidangan, bahkan ada yang sudah dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) dan proses hukumnya pun hilang," ungkapnya.
Sedangkan di sisi lain, orang yang jelas hanya menjadi korban, karena membeli Narkotika untuk mereka gunakan sendiri, justru dituntut dan bahkan divonis sebagai Pengedar atau setidaknya divonis sebagai Kurir.
"Ini sungguh praktik peradilan yang dzalim yang seharusnya dilawan," jelasnya.
Seruan perlawanan yang disampaikan ketua Yayasan Bantuan Hukum Wija Luwu tersebut ternyata bukan hanya isapan jempol belaka. Pasalnya, setiap perkara yang ditangani oleh Tim Advokat YBH Wija Luwu, selalu berlanjut, bukan hanya sampai tingkat Banding, namun ada beberapa di antaranya lanjut sampai tingkat Peninjauan Kembali (PK).
Akbar mencontohkan, baru-baru ini 2 (dua) orang terpidana kasus Narkotika yang divonis hukuman penjara lebih dari 6 tahun, karena dinilai terbukti sebagai Pengedar Narkotika. Setelah itu, Tim Advokat dari YBH Wija Luwu mengajukan Peninjauan Kembali, hasilnya majelis hakim PK menganulir putusan Pengadilan Negeri Palopo tersebut dan menjatuhkan vonis kepada Terdakwa selama 2,5 tahun.
"Dalam pertimbangannya, majelis hakim PK berpendapat bahwa kedua Terpidana tersebut tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana pertimbangan majelis hakim PN," cetus Akbar.
Olehnya itu, Akbar, menyampaikan kepada seluruh masyarakat, khususnya yang menjadi korban kriminalisasi penggunaan Narkotika agar tidak segan-segan melakukan perlawanan hukum.
"Jika aparat penegak hukum mencoba menjadikan para korban pengguna Narkotika sebagai tumbal sekaligus objek "pemenuhan kuota" oknum penegak hukum yang nakal," ungkapnya.
Akbar, mengimbau kepada aparat penegak hukum, khususnya penyidik dan Jaksa Penuntut Umum (JPU), agar lebih profesional dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai penegak hukum.
"Ingat, segala sesuatu yang dilakukan, kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapkan Allah SWT," pungkasnya, sembari
*QMH. Andi Polyogama Anthon.**