MAKASSAR.WARTASULSEL.ID-Nursafri Rachman, warga Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, menyuarakan kekecewaannya terhadap proses hukum dalam kasus dugaan penipuan proyek pembangunan Gedung Kejaksaan Negeri Makassar tahun 2020–2021. Ia meminta secara terbuka kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk mengatensi kasus yang melibatkan terdakwa Arham Rahim, yang kini berstatus buron hampir satu tahun.5/7/2025
Dalam pernyataannya, Nursafri menyayangkan keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Makassar yang mengalihkan status penahanan Arham Rahim dari Rumah Tahanan (Rutan) ke tahanan kota pada 29 November 2023. Tak hanya itu, pada 7 Desember 2023, terdakwa juga mendapat pembantaran, yang kemudian diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri Makassar sejak 14 Desember 2023 hingga 11 Februari 2024, berdasarkan putusan nomor 577/PID/2024/PT MKS.
“Saya sangat menyayangkan putusan majelis hakim yang memberikan pembantaran tanpa mempertimbangkan risiko ke depan. Dan sekarang terbukti—terdakwa melarikan diri dan sampai hari ini belum tertangkap. Di mana keadilan di negeri ini?” ujar Nursafri dengan nada kecewa.
Lebih lanjut, Nursafri mendesak Kejaksaan Negeri Makassar untuk segera menangkap Arham Rahim, yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Polda Sulsel berdasarkan surat nomor DPO/36/V/RES 1.11/2023/DITRESKRIMUM POLDA SULSEL.
“Ada kejanggalan besar di sini. Bagaimana mungkin seorang yang sudah ditetapkan sebagai DPO justru diberikan pembantaran dan status tahanan kota? Saya menduga ada campur tangan pihak berpengaruh yang membuat terdakwa bisa melarikan diri dengan mudah,” tegasnya.
Menurut Nursafri, dalam persidangan ia sempat mempertanyakan alasan pembantaran terhadap terdakwa, namun majelis hakim hanya menjawab bahwa hal tersebut merupakan "kewenangan hakim". Padahal, menurutnya, kondisi terdakwa tampak sehat dan selalu hadir di setiap sidang. “Ini sungguh aneh. Apa gunanya putusan majelis yang memerintahkan penahanan kalau tidak dijalankan?” tutupnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Humas Pengadilan Negeri Makassar, Jenikol, menyampaikan bahwa pihaknya akan meneruskan informasi tersebut kepada pimpinan untuk konsolidasi internal. "Baik, kami sampaikan ke pimpinan untuk konsolidasi internal. Terima kasih," ujarnya singkat.
Kasus ini menambah sorotan publik terhadap integritas dan konsistensi penegakan hukum, khususnya dalam perkara yang melibatkan nilai proyek besar dan dugaan korupsi atau penipuan berskala miliaran rupiah.