BONE-WARTASULSEL.ID- Tim Advokasi Perlindungan Masyarakat Desa Rappa menggelar Jumpa Pers di Markas Besar Laki Juang 45, Jalan Poros Watampone- Pattiro, Rabu malam, 4 Oktober 2023 terkait adanya kasus Ilegal Loging, ( pengrusakan hutan produksi) yang dilakukan dua orang diduga tersangka BS ( oknum Kepala Desa ) dan HR.
Tim advokasi Perlindungan Masyarakat Rappa, Mahmud, SH MH menyampaikan dalam jumpa pers, "Kasus ini sudah bergulir sejak April 2023 di POLRES Bone, kami sampaikan bahwa sudah ada 2 orang tersangka Ilegal Loging yaitu :
1. Tersangka atas nama BS ( oknum Kepala Desa ) dan HR.
Status kedua tersangka dalam Tahanan Kota.
Pasal yang disangkakan adalah UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan BAB X KETENTUAN PIDANA,
Pasal 82
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja: a. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a: b. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b: dan/atau c. melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)," ungkapnya.
Lanjutnya, "Modusnya Tersangka BS selaku Kepala Desa memberi ijin kepada Tersangka HR, izin yang diberikan oleh Kepala Desa termasuk izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang tidak berwenang mengeluarkan izin. Yang dimaksud dengan "penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa memiliki izin” adalah penebangan pohon yang dilakukan berdasarkan izin pemanfaatan hutan yang diperoleh secara tidak sah, yaitu izin yang diperoleh dari pejabat yang tidak berwenang mengeluarkan Izin pemanfaatan hutan.
Pasal 28 Setiap pejabat dilarang: a. menerbitkan Izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan/atau penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan kewenangannya:
Perusakan hutan, terutama berupa pembalakan Ilar, penambangan tanpa Izin, dan ebunan tanpa izin telah menimbulkan kerugian negara, kerusakan kehidupan sosial budaya dan lingkungan hidup, serta meningkatkan pemanasan global yang telah
menjadi Isu nasional, regional, dan Internasional," urainya.
Tambahnya, "perusakan hutan sudah menjadi kejahatan yang berdampak luar biasa, terorganisasi, dan Iintas negara yang dilakukan dengan modus operandi yang canggih, telah mengancam kelangsungan kehidupan masyarakat sehingga dalam rangka pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang efektif dan pemberian efek jera diperlukan landasan hukum yang kuat dan yang mampu menjamin efektivitas penegakan hukum:
Pasal 8 UU Nomor 18 Tahun 2013.
(1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pemberantasan perusakan hutan.
(2) Pemberantasan perusakan hutan dilakukan dengan cara menindak secara hukum pelaku perusakan hutan, baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya.
(3) Tindakan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Perbuatan yang dilakukan oleh Tersangka BS (oknum Kepala Desa) dan Tersangka atas nama HR termasuk kegiatan pembalakan liar yang dilakukan secara terorganisasi
karena dilakukan oleh 2 (dua) orang atau lebih, Pasal 11 UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Informasi adanya pembalakan Ilar Ini telah kami terima dari masyarakat Desa Rappa, April tahun 2023, "kemudian kami laporkan kepada satgas Gakum KLHk Wilayah Sulawesi dan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Kesatuan Pengelolaan Hutan ( KPH Ulubila yang kemudian UPT Ulubila melakukan Investigasi akan kebenaran Informasi tersebut dan selanjutnya UPT Ulubila membuat Laporan Polisi kepada POLRES Bone yang ditangani oleh Unit Tipiter Reskrim POLRES Bone. Setelah Polres Bone melakuka Menyelidikan selanjutnya nalk kepada Penyidikan dan sudah ada Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan kepada Kejaksaan Negeri Watampone dan selanjutnya ada dua orang yang ditetapkan sebaga! Tersangka," tegas Mahmud.
Mengapa kami concern terhadap permasalahan ini, "dikarenakan Pasal 58 UU Nomor 18 tahun 2013 ayat (1) memberikan hak kepada Masyarakat atas:
A. mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi perusakan hutan dan penyalahgunaan izin kepada penegak hukum:
B mencari dan memperoleh informasi terhadap izin pengelolaan hutan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat,
C. menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada penegak hukum," paparnya.
"Desa Rappa merupakan salah satu Kawasan hutan produksi yang terletak di wilayah Kecamatan Tonra Kabupaten Bone dengan luas 32.50 km. Kami terus mengawal sampal perkara illegal loging ini disidangkan di Pengadilan Negeri," tutup Mahmud, SH, MH merupakan salah satu Tim Kuasa Hukum Laki Juang 45.
Ditempat yang sama, perwakilan masyarakat Rappa menyampaikan pesannya mengatakan, "kami masyarakat Rappa mengharapkan kedua tersangka di tahan pihak APH karena perbuatannya menebang pohon di hutan produksi yang merupakan hutan yang dilindungi sangat berbahaya bagi masyarakat dibawah gunung yang ditebang pohonnya, kami khawatir kalau musim hujan terjadi banjir dan tanah longsor bisa menimpa rumah rumah masyarakat dibawah gunung tersebut walaupun jaraknya kurang lebih 1 km dari gunung yang ditebang pohonnya, ini juga sebagai efek jera dan bisa menjadi contoh bagi masyarakat untuk tidak membabat hutan lindung," pesannya.
Awak media Wartasulsel menemui Kepala UPTD KPH Ulubila, Dinas Kehutanan Provinsi SULSEL di kantornya, Jalan Ahmad Yani, Kota Watampone, Kamis sore, 5 Oktober 2023 mengatakan bahwa, "memang benar telah terjadi penebangan pohon di hutan produksi tampa ada surat izinnya yang dilakukan oleh kedua diduga tersangka, kami ke lokasi tersebut bersama pihak kepolisian setelah mendapatkan informasi dari Gakum, tutur A. Adi, S.Hut, M.Hut
Tambahya, "ada izin yang dikeluarkan Dinas Kehutanan untuk mengelola kayu di hutan Produksi, tapi bukan titik koordinat pohon yang ditembang tersangka," jelasnya.
Kuasa Hukum tersangka dihubungi awak media via selulernya, Kamis malam 5 Oktober 2023, Rahma Rahman, SH mengatakan bahwa, "klien kami sebenarnya telah mengajukan izin pemanfaatan hutan produksi untuk keperluan kayu bagi kelompok tani di Desa Rappa, untuk dipergunakan membangun rumah masyarakat, namun izin yang dikeluarkan Dinas Kehutanan Provinsi SULSEL bukan di Desa Rappa, tapi titik koordinatnya di Mare," ujarnya.
"Seharusnya ada sosialisasi dari Dinas Kehutanan terkait izin yang dikeluarkan sehingga masyarakat tidak melanggar dari aturan yang ada," himbaunya.
Terkait penundaan penahanan kliennya, Rara ( panggilan akrabnya ), mengatakan, "itu kewenangan pihak APH, dan pasti ada aturannya yang mendasarinya, kami hanya membantu klien terhadap hak haknya sesuai perundangan undangan dan aturan hukum yang berlaku," tutup Rahmah Rahman, SH, **QMH*AHAS**